• logo nu online
Home Warta Nasional Daerah Melayu Keislaman Opini Pendidikan Sosok Khutbah Pemerintah Parlemen Pustaka Video Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Daerah

TanjungPinang

Kakanwil Kemenag Kepri: Mari Kita Rawat Toleransi di Kepri

Kakanwil Kemenag Kepri: Mari Kita Rawat Toleransi di Kepri
Kanwil Kemenag Kepri, H.Mahbub Daryanto.(Foto:NUOK/Hamdani)
Kanwil Kemenag Kepri, H.Mahbub Daryanto.(Foto:NUOK/Hamdani)

Tanjungpinang, NU Online Kepri

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Kepri, H.Mahbub Daryanto meminta masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) untuk tidak terprovokasi dengan informasi-informasi yang salah. Apalagi Kepri adalah daerah yang tinggi tingkat tolerasi beragama.

“Kita minta masyarakat jangan terprovokasi dengan penafsiran-penafsiran yang salah atas penjelasan tentang pengeras suara di Masjid dan Musala,” ujar Mahbub Daryanto, Jumat (25/2) di Tanjungpinang.

Menurutnya, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat. Karena terjadi salah penafsiran, sehingga menjadi disinformasi.

“Kita berada di era teknologi yang cepat, informasi beredar juga begitu cepat. Atas dasar itu, untuk menjaga jangan sampai kita terprovokasi dengan informasi tentu, sebaiknya melakukan penyaringan informasi,” jelasnya.

Dijelaskannya adanya pengatur volume pengeras suara oleh Menag adalah untuk saling menjaga kehidupan toleransi antar umat beragama. Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala tersebut tujuannya untuk mengedepankan toleransi dalam kehidupan bergama.

“Atas dasar itu, tentunya perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan volume pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut katanya, penjelasan yang disampaikan oleh Menag tentang volume pengeras suara di Masjid dan Musala tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya Menag menyebut kata misal. Yang dimaksud adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu.

“Isu-isu agama adalah masalah yang sensitif, yang bisa menimbulkan kegaduhan ketika terjadi salah penafsiran terhadap suatu kebijakan. Persoalan ini menjadi tanggungjawab kita bersama untuk menjaga dan tidak mudah terprovokasi. Sehingga toleransi beragama tetap terjaga dan terawat dengan baik,” tutupnya.(humas kanwil)


Editor:

Daerah Terbaru