Menjaga Kemilau Sejarah Islam di Bumi Melayu: Antara Tradisi Sufi dan Ancaman Wahabisme
Jumat, 18 Juli 2025 | 16:22 WIB
Tulisan ini berangkat dari sebuah ziarah yang dilakukan Idaroh Wustho Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh al Mu'tabaroh Annahdliyah (JATMAN) Kepulauan Riau ke makam para ulama dan umara di Pulau Penyengat. Ziarah ini bukan sekadar ritual, melainkan upaya nyata untuk meneguhkan kembali pentingnya melestarikan warisan spiritual dan historis Islam di Bumi Melayu yang kian tergerus. Ziarah tersebut menyoroti sebuah realita yang mengkhawatirkan: ancaman terhadap khazanah keislaman yang kaya, khususnya tradisi sufi, dari paham yang sempit dan cenderung merusak.
Pulau Penyengat, dengan makam-makam para ulama besar seperti Khalifah Syaikh Syihabuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari, menyimpan jejak panjang perkembangan Islam di Riau Lingga. Tradisi tarekat, seperti Naqsabandiyah Khalidiyah, Khalwatiyah, dan lainnya, berakar kuat di sini, terjalin harmonis dengan budaya Melayu. Barzanji, Burdah, dan syair-syair keagamaan lainnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Ini adalah kekayaan yang tak ternilai, warisan yang harus dijaga dari ancaman kepunahan.
Namun, ancaman itu nyata. Paham Wahabisme, dengan interpretasi keagamaannya yang kaku dan cenderung intoleran, telah terbukti merusak situs-situs bersejarah Islam di berbagai belahan dunia. Perusakan makam Sayyid Imam Uradhi ibn Ja'far as-Shiddiq di Saudi Arabia menjadi bukti nyata betapa bahayanya paham ini. Ancaman serupa mengintai di Kepulauan Riau. Perlahan, pemahaman yang menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah mulai mengikis tradisi ziarah dan pemahaman sufi, menganggapnya sebagai bid’ah bahkan syirik.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Peristiwa ziarah JATMAN Kepri menjadi momentum penting. Pembentukan JATMAN di tingkat kabupaten/kota bahkan kelurahan merupakan langkah strategis untuk melawan arus tersebut. Mereka berupaya memperkuat pemahaman tarekat di tengah masyarakat, mencegah pudarnya tradisi keagamaan yang telah diwariskan selama berabad-abad. Hal ini selaras dengan perjuangan Komite Hijaz pada tahun 1925-1926, yang berjuang melindungi situs-situs sejarah Islam di Tanah Suci dari ancaman serupa.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kota Tanjungpinang memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini. Tidak cukup hanya mengandalkan sejarawan dan budayawan. Peran ulama, yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam dan tradisi lokal, sangat krusial. Mereka perlu berperan aktif seperti “Komite Hijaz” di masa lalu, menjaga dan melestarikan warisan keagamaan yang berharga ini.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Langkah-langkah konkrit perlu segera diambil. Semarakkan kembali masjid-masjid dengan majelis tarekat, pembacaan Barzanji, Ratib, Zikir, Tahlil, dan Maulidurrasul. Yang terpenting adalah memberikan pemahaman yang benar tentang aqidah tauhid kepada generasi muda. Jangan sampai kita lalai, hingga kemilau cahaya sejarah Islam di Bumi Melayu ini padam ditelan zaman dan paham yang menyimpang. Kita harus belajar dari sejarah, agar kesalahan masa lalu tidak terulang kembali. Melestarikan warisan leluhur adalah tanggung jawab kita bersama.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
ADVERTISEMENT BY ANYMIND