• logo nu online
Home Warta Nasional Daerah Melayu Keislaman Opini Pendidikan Sosok Khutbah Pemerintah Parlemen Pustaka Video Mitra
Kamis, 2 Mei 2024

Daerah

Praktik Baik Moderasi Beragama

Replika Burung Garuda di Pesantren Alhamdulillah, Simbol Harmonisasi Keberagaman

Replika Burung Garuda di Pesantren Alhamdulillah, Simbol Harmonisasi Keberagaman
Replika Burung Garuda di Pesantren Alhamdulillah.(Foto:NUOK/anas)
Replika Burung Garuda di Pesantren Alhamdulillah.(Foto:NUOK/anas)

Batam, NU Online Kepri

Bagi yang pernah berkunjung ke Pondok Pesantren Alhamdulillah pasti tidak asing dengan replika burung Garuda yang berada persis di samping langgar. Replika burung Garuda itu tampak berdiri kokoh dan terlihat mencolok di antara bangunan lain yang ada di pesantren itu. Replika yang terbuat dari pecahan keramik itu memiliki tinggi hampir tiga meter dan bermakna sebagai penerimaan atas keberagaman. Layaknya seperti Pancasila, berbeda-beda namun punya tujuan yang sama.


Pesantren yang berlokasi di Tiban Kampung ujung itu memang dikenal sebagai pesantren yang moderat dan toleran. Beberapa santrinya dulu  ada yang dari agama lain. Salah satu alasan utamanya karena menurut pengasuh, setiap orang berhak mendapatkan ilmu. Berharap mendapatkan pengajaran yang laik. Berhak untuk memperoleh pendidikan. Sebab agama lahir bukan untuk menciptakan perbedaan.


Salah satu pengasuh Pondok Pesantren yang ditemui NU Online Kepri mengatakan, selain terbilang unik, replika burung Garuda itu menjadi spot foto yang paling diminati pengunjung. Selain estetik juga terbilang unik sebab hampir jarang pondok pesantren memiliki tugu atau replika burung Garuda. Biasanya kalau tidak menampilkan ciri keislaman pasti bangunannya yang banyak mengandung unsur Islam. Bahkan ada beberapa pengunjung terang-terangan bilang ke Pondok Pesantren Alhamdulillah hanya karena penasaran dengan Replika Burung Garuda itu.

Replika Burung Garuda di Pesantren Alhamdulillah.(Foto:NUOK/anas)


Pondok Pesantren Alhamdulillah, Tiban Kampung memang salah satu pesantren yang terbilang unik nan estetik. Tak jauh dari replika Burung Garuda itu, terdapat tugu yang mirip dengan tugu Monas. Tugu yang tingginya hampir 50 meter ini juga terbilang estetik dan berdiri menjulang tinggi.

Model Tugu Monas di Pesantren Alhamdulillah.(Foto:NUOK/anas)


Sejak dibangun (sekitar tahun 1997) Pesantren Alhamdulillah memang dikonsep sebagai pesantren yang estetik di mana material dasar digunakan semuanya bersumber dari alam. Semua yang digunakan dari sekitar pondok pesantren.


"Dulu kan di sini masih hutan lebat. Kebetulan pendiri (pondok) juga di setiap membangun sesuatu—entah itu pondok—selalu menggunakan material dari alam. Jadi tak ada yang beli. Pesantren ini juga begitu. Semua materialnya dari sekitar pondok ini. Batu kami angkut dari atas sana," sambil menunjuk bukit. "Pun begitu dengan material lainnya," ungkapnya, Jumat (22/12/2023).


Ustadz Subarnas menjelaskan, termasuk Replika Burung Garuda material yang digunakan adalah material sisa keramik yang tidak terpakai. Sisa keramik itu kemudian dikumpulkan lalu dibentuk sedemikian rupa menjadi Burung Garuda. Prosesnya pun tidak mudah. Butuh beberapa hari untuk menghasilkan replika burung Garuda yang sempurna.


Menariknya, pembuatan replika Burung Garuda itu tidak dengan perencanaan yang matang. Apalagi melibatkan arsitektur handal. Para pekerja juga bukanlah tukang profesional, melainkan santri pendiri pondok. "Karya ini (replika Burung Garuda) adalah hasil ijtihad pendiri. Saya menduga beliau itu memang selain kiai juga seorang seniman dengan cita rasa tinggi. Kita lihatlah semua bangunan di sini estetik bukan,"? Tanyanya dengan sedikit keheranan.


Salah satu tukang bangunan yang juga merupakan santri adalah seorang warga keturunan Tionghoa yang bukan muslim. Namun tetap diterima kiai di pondok itu. Santri itu tiap hari ikut membantu pembangunan replika Burung Garuda. Menurut Ustadz Subarnas dari filosofi burung Garuda itu pulalah diterimanya santri itu. Sebab menurut kiai, seperti Pancasila, meski berbeda namun tetap tujuan yang sama.


Sang pendiri juga selalu menekankan untuk tidak melulu melihat orang dari tampilan lebih-lebih dari agamanya. Menurutnya, pesantren itu tempat menimba ilmu. Bukan tempat menyeleksi siapa yang datang. Mau apapun agamanya, asal niatnya ingin belajar. Sebab mungkin saja kita yang kemudian bisa menuntun mereka untuk kembali menjadi lebih baik.


Tak dipungkiri memang saat ini banyak lembaga pendidikan yang punya aturan ketat tentang calon-calon peserta didiknya. Bukan hanya mesti bisa baca Al-Qur'an dengan fasih namun juga harus ditunjang dengan intelektualitas. Kalau bodoh dan tidak up-to-date siap-siap tidak masuk dalam kategori. Padahal tujuan lembaga pendidikan untuk mencerdaskan, bukan menyeleksi calon siswa.


Di Pesantren Alhamdulillah tentu berbeda. Santrinya dari yang urakan sampai yang ingin mengabdikan dirinya menjadi lebih baik. Salah satu santri senior yang ditemui NU Online yang saat sudah menjadi wirausaha menuturkan, ia termasuk salah satu santri pertama Pondok Pesantren Alhamdulillah, sebagai santri pertama, yang tentu saja dekat dengan kiai, tugasnya selain ngaji, juga ke hutan di sekitar Pondok Pesantren. Selain mencari pasir juga memecahkan batu-batu menjadi ukuran kecil. Batu-batu kecil itu kemudian disusun rapi di hampir semua sisi pondok pesantren.

Model Bangunan di Pesantren Alhamdulillah.(Foto:NUOK/anas)


Lelaki berbadan gimbal yang menolak namanya ditulis itu mengatakan, replika Burung Garuda yang ada di Pondok Pesantren Alhamdulillah merupakan ikon pesantren. Ia bahkan sempat mengikuti proses pembuatan replika tersebut. Menariknya, proses pengerjaannya dilakukan sangat detail. Bahkan santri hampir tidak istirahat, kerja 24 jam. Anehnya tak ada satupun santri yang merasa kecapean atau mengeluh. Semua ikhlas bekerja.


"Mungkin karena keikhlasan kiai yang menerima kami dari berbagai macam profesi dan agama, sehingga kami merasa saling memiliki. Saya juga selalu ingat pesan kiai, bahwa minimal seumur hidup kita, kita mempersembahkan karya terbaik yang bisa dinikmati oleh orang banyak," ujarnya.


Berkat motivasi dan nasihat itu kemudian, santri banyak mendedikasikan dirinya untuk membangun pondasi awal pesantren tanpa rasa mengeluh apa lagi sampai minta upah.


Dan, soal replika Burung Garuda itu memang selalu ditekankan oleh kiai kepada santri untuk betul-betul memaknai replika itu. Untuk bisa selalu menerima segala perbedaan. "Kiai selalu mencontohkan bahwa lihatlah replika Burung Garuda itu, terbuat dari material sisa. Namun di tangan orang yang tepat akan menghasilkan karya maha indah. Begitu juga dalam kehidupan ini, jangan selalu menganggap sesuatu yang tidak berguna sebagai sampah. Pungutlah dan jadikan sesuatu yang bernilai dengan kreativitas. Lambang negara kita ini punya makna yang dalam, tentang perbedaan dan sebagainya, namun kita selalu diajarkan untuk selalu bersatu. Begitu pesan kiai," pungkasnya.


Daerah Terbaru