• logo nu online
Home Warta Nasional Daerah Melayu Keislaman Opini Pendidikan Sosok Khutbah Pemerintah Parlemen Pustaka Video Mitra
Jumat, 28 Maret 2025

Daerah

Menetapkan Awal dan Akhir Ramadhan Antara Ru’yah dan Hisab

Menetapkan Awal dan Akhir Ramadhan Antara Ru’yah dan Hisab
Menetapkan Awal dan Akhir Ramadhan Antara Ru’yah dan Hisab.(Foto:NUOK/ist)
Menetapkan Awal dan Akhir Ramadhan Antara Ru’yah dan Hisab.(Foto:NUOK/ist)

Masih ada perbedaan di kalangan umat Islam tentang penetapan awal dan akhir Ramadhan. Sebagian menggunakan metode ru’yah (melihat bulan) dan sebagian lagi ada yang menggunakan metode hisab (hitungan).


Cara manakah yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW ?. Ada dua cara yang disepakati oleh jumhur (mayoritas) ulama untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan. Yakni dengan melihat bulan atau dengan menyempurnakan hitungan bulan Sya’ban. Sebagaimana pendapat yang dikatakan oleh DR.Ahmad al-Syarbashi seorang dosen di Universitas al-Azhar Mesir sebagai berikut : Termasuk hal yang disepakati di kalangan jumhur ulama bahwa penetapan awal Ramadhan itu dilakukan dengan salah satu dari dua cara.


Pertama, melihat hilal bulan Ramadhan, bila tidak ada yang menghalangi pandangan, seperti mendung, awan, asap, debu atau yang lainnya. Cara kedua adalah dengan menggenapkan bulan Sya’ban sebanyak tiga puluh hari. Ini dilakukan jika ada hal-hal yang menjadi penghalang untuk melihat hilal pada malam ke tiga puluh karena ada mendung, awan, atau yang lainnya.” (Yas’alunaka fi al-Din wa al-Hayah.  Juz IV, Hal : 35)


Kesimpulan dari pendapat beliau diatas ini juga didasari dari Hadist Nabi SAW “ Berpuasalah kalian apabila telah melihat bulan, dan berbukalah (tidak berpuasa) kalian apabila telah melihat bulan.


Namun jika pandanganmu terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah bulan Sya’ban itu sampai tiga puluh hari.” (Shahih al-Bukhari.[1776])


Begitu juga dalam Hadist lain Bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Dari Ibn Umar ia berkata: Para Sahabat berupaya melihat Hilal. Lalu saya kabarkan kepada Rasulullah bahwa saya melihatnya. Lalu beliau berpuasa dan memerintahkan umat Islam berpuasa.” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan al-Hakim. Shahih)


Oleh karena itu, seseorang dilarang memulai puasa ataupun mengakhirinya sebelum ada ru’yah. Rasulullah SAW bersabda : “ Dari Abdullah bin Umar RA, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bercerita tentang bulan Ramadhan. Rasul bersabda, janganlah kalian berpuasa sehingga kamu sekalian melihat bulan, dan janganlah kamu berbuka (tidak Puasa) sampai kamu melihat bulan. Namun jika pandanganmu tertutup mendung, maka perkirakanlah jumlah harinya.” (Shahih al-Bukhari.[1773]).


Ru’yah Didahulukan Manakala Terjadi Kontradiksi Hisab dengan Ru’yah Imam Nawawi al-Jawi berpendapat “ Ketahuilah Ramadhan dapat ditetapkan dengan persaksian orang adil, sekalipun hisab Qathi menunjukkan bahwasanya bulan tidak bisa di ru’yah (dilihat). Pendapat tersebut adalah riwayat Ibnu Qasim dari Ar-Ramli, 


dan inilah pendapat yang mu’tamad. Sedangkan keterangan di dalam kitab Al-Qulyubi menyatakan ; bahwasanya jika hisab Qathi menunjukkan bulan tidak bisa dilihat, maka persaksian orang adil tidak diterima. Pendapat ini adalah pendapat yang lemah”. (Kasyifat As-Saja Fi Sarkhi Safinatun Naja. Hal : 115)


Bukti-bukti diatas menunjukkan bahwa untuk menentukan awal ataupun akhir Ramadhan, adalah dengan ru’yah al-hilal (melihat bulan) merupakan cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Lalu bagaimana kaitannya dengan Hadist Nabi Muhammad SAW yang berikut ini “ Dari Ibn Umar RA, dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda, kami adalah umat yang tidak dapat menulis dan berhitung. Satu bulan itu seperti ini, seperti ini. Maksudnya satu saat berjumlah dua puluh sembilan dan pada waktu yang lain mencapai tiga puluh hari.”(Shahih al-Bukhari.[1780]).


Hadist ini dijadikan sebagai dasar oleh kelompok yang menggunakan metode hisab untuk melemahkan pendapat yang memakai metode ru’yah. Menurut mereka, Hadist ini menjadi bukti bahwa Nabi SAW menggunakan ru’yah dalam keadaan terpaksa, sebab umat beliau tidak mampu menulis, membaca serta melakukan hisab. Melihat kondisi umat yang seperti itu, maka wajar jika Nabi SAW menggunakan ru’yah untuk menentukan awal dan akhir puasa. 


Ini dilakukan dalam rangka untuk memudahkan kaumnya agar mereka tidak menemui kesulitan ketika akan memulai atau mengakhiri puasanya. Atas dasar ini, menurut mereka, penggunaan ru’yah sudah tidak relevan lagi, karena sekarang sudah banyak ahli hisab. Dan juga fasilitas untuk melakukan hisab sudah lengkap tersedia, sehingga tidak sulit lagi untuk melakukannya.


Menjawab keraguan ini, tentu kita harus kembali pada sejarah. Apakah benar semua sahabat Nabi SAW tidak dapat membaca dan menulis. Dan apakah pada masa Nabi SAW tidak ada yang ahli ilmu hisab, sehingga harus menggunakan ru’yah. Jawabannya tentu tidak. Karena ada beberapa sahabat yang diperintahkan Rasulullah SAW belajar tulis menulis untuk dijadikan sebagai juru tulis beliau, seperti sahabat Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin ka’ab, Zaid bin Tsabit, Muawiyah dan lainnya. 


Oleh karena itu, yang dimaksud dalam Hadits itu adalah mayoritas sahabat, bukan sahabat secara keseluruhan. Selain itu, di negara Arab jauh sebelum Rasulullah SAW diutus, telah ada tempat untuk mempelajari ilmu hisab. Lima ratus tahun sebelum Nabi Isa AS lahir, seorang filosof yang bernama Phitagoras yang hidup pada abad ke VI SM telah membangun suatu lembaga pendidikan khusus yang mengajarkan tentang ilmu hisab. 


Bahkan sebagian pakar mengatakan bahwa ilmu hisab merupakan ilmu tertua di dunia, karena ada sebelum terjadi banjir Nabi Nuh AS. Ini menunjukkan bahwa ilmu hisab telah ada sebelum zaman Rasulullah SAW. Dan di antara sahabat Nabi, sebenarnya telah ada yang mahir dalam ilmu hisab, semisal Ibn Abbas. 


Dengan alasan inilah, maka keraguan tersebut dapat terbantahkan. Dari itu pulalah didapatkan suatu kesimpulan bahwa penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah dengan ru’yah, bukan dengan hisab.

Wallahu A’lam Bisshawab


Oleh : K. SYUKRON WAHIB,M.Pd (Ketua MUI Kecamatan Lubuk Dalam
Sekalgus Pengasuh PP Nurul Haq Assalafiyyah Rawang Kao Barat)


Daerah Terbaru