Makna Punggahan Bagi Jama’ah Musholla Alif Yasin Kampung Sialang Baru Lubuk dalam
Siak, NU Online Kepri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah "munggah" merujuk pada hari terakhir bulan Ruwah, yakni sehari sebelum dimulainya puasa Ramadhan.
Sejarah tradisi punggahan tidak lepas dari pengaruh Islam yang masuk ke Nusantara. Pada zaman dahulu, para ulama menyebarkan ajaran Islam dengan memanfaatkan pendekatan budaya setempat/lokal.
Tradisi punggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga ketika menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Tengah. Tradisi ini mencerminkan akulturasi budaya, nilai-nilai Islam yang digabungkan dengan kearifan lokal yang telah lama berkembang.
Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Sunda, munggahan bermakna selalu ingat asal usulnya dan asal usul indung/leluhurnya. Dalam ungkapan Sunda, Mulih ka Jati Mulang ka Asal (kembali kepada diri sejati atau rumah sejati). Dan ungkapan Jawa Sangkan Paraning Dumadi (memikirkan dari mana kita berasal dan akan kemana kita kembali).
Acara punggahan biasanya diselenggarakan di rumah, masjid, atau mushola dengan mengundang/dihadiri oleh: kyai, kerabat, dan masyarakat sekitar. Tradisi ini dilakukan beberapa hari menjelang datangnya bulan suci Ramadan.
Masyarakat desa Sialang Baru khususnya jama’ah Musholla Alif Yasin, alhamdulillah setiap tahunnya menjelang bulan Ramadhan selalu istikomah mengadakan acara punggahan, Adapun punggahan kali ini dilaksanakan pada hari kamis 27 Februari 2025 tepatnya di malam jum’at setelah Isya.
Kebersamaan dan saling guyub tanpa memandang status sosial melebur menjadi satu tumpah ruah, duduk bersama di dalam rumahnya Allah SWT, untuk mendoakan leluhur yang sudah di alam kubur. Lantunan kalimat tahlil, takhtim dan surat yasin dibaca bersama-sama, dan ditutp dengan do’a dengan harapan semua arwah leluhur diampuni segala kekhilafan dan dosa-dosanya serta diterima di sisiNya.
Ada satu hal yang unik dari tradisi ini, setelah selesainya acara punggahan para jama’ah saling menyantap menu atau berkat yang sudah dibawa dari rumahnya masing-masing secara bersama-sama dan saling tukar menur menu yang dibawanya.
Itulah tradisi punggahan yang setiap tahunnya menjelang bulan suci Ramadhan selalu istikomah dilaksanakan oleh jama’ah musholla Alif Yasin, dengan tradisi ini, masyarakat tidak hanya menyambut Ramadan dengan penuh suka cita, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan, introspeksi diri, dan spiritualitas.
Tradisi punggahan merupakan bagian dari persiapan spiritual, sosial, dan emosional dalam menyambut bulan suci Ramadan. Berikut adalah makna tradisi punggahan dalam diri masyarakat.
1. Makna Religius
Tradisi punggahan bermakna menaikkan doa dan harapan kepada Allah agar diberikan keberkahan dan kekuatan dalam menjalani ibadah di bulan Ramadan. Selain itu, tradisi ini juga bermaksud memohon ampun atas segala dosa yang telah diperbuat.
2. Makna Sosial
Tradisi punggahan bertujuan untuk mempererat hubungan sosial di masyarakat. Kegiatan seperti makan dan doa bersama dilakukan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan keharmonisan.
3. Makna Budaya
Punggahan menjadi simbol penghormatan terhadap warisan budaya lokal. Di daerah- daerah yang mayoritas berhaluan ahlus sunnah wal jama’ah an Nahdliyah punggahan sering dilakukan dengan kenduri atau bancakan, yaitu makan bersama dengan menu yang khas.
Kontributor: Masruri al-Barbasyi