• logo nu online
Home Warta Nasional Daerah Melayu Keislaman Opini Pendidikan Sosok Khutbah Pemerintah Parlemen Pustaka Video Mitra
Kamis, 25 April 2024

Keislaman

Keislaman

Perbedaan Amil Zakat dan Panitia Zakat

Perbedaan Amil Zakat dan Panitia Zakat
ilustrasi
ilustrasi

Zakat Fitrah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam yang mampu yang ditunaikan mulai terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan kepada delapan kelompok yang telah ditetapkan dalam surah At-Taubah ayat 60.


Proses penyaluran zakat Fitrah yang berlaku dalam masyarakat Indonesia umumnya melalui tiga cara: pertama, muzakki menyerahkan langsung zakat fitrahnya kepada mustahiq. Kedua, Muzakki menyerahkannya melalui Amil Zakat untuk diserahkan kepada mustahiq. Ketiga, Muzakki menyerahkan melalui panitia zakat untuk diserahkan kepada mustahiq.


Ketiga cara penyaluran ini dibenarkan dalam kacamata Fikih Islam; seorang muzakki boleh menyerahkan dana zakatnya langsung kepada seorang mustahiq dengan catatan, hendaknya dia mengetahui ukuran zakat yang harus dikeluarkannya dan mengetahui dengan pasti orang yang berhak menerima zakatnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Islam, agar dana zakat yang disalurkannya sah.


Sementara itu, penyaluran harta zakat melalui pihak kedua, dalam hal ini melalui Amil dan Panitia zakat, harus memperhatikan perbedaan keduanya. Sebab, penyaluran melalui keduanya mempunyai implikasi hukum fikih yang berbeda, terkait proses penyaluran harta zakat oleh keduanya dan kebolehan keduanya menerima harta zakat. Dalam ayat Al-Qur'an dan literatur fikih, pihak yang menyalurkan harta zakat disebut "Amil" yang memiliki wewenang dan keistimewaan tersendiri. Berbeda halnya dengan "Panitia zakat" yang tidak kita temukan dalam ayat al-Qur'an, sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah panitia zakat bisa disebut sebagai Amil, sehingga ia memiliki wewenang dan keistimewaan sebagaimana seorang Amil.


Para ulama membedakan antara Amil dan Panitia zakat, yaitu:

Pertama, Amil, sebagaimana fatwa MUI no 8 tahun 2011, ada dua kriteria: (1). seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh pemerintah untuk mengelola zakat; (2). Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.
Berdasarkan ketentuan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang mengelola zakat baru bisa disebut amil jika mendapat legitimasi dari pemerintah. Dalam hal ini, yang berwenang mengangkat Amil adalah BAZNAS atau LAZ.


Berbeda dengan Amil, panitia zakat biasanya orang yang ditunjuk oleh masyarakat untuk mengelola zakat, tanpa mendapat pengesahan dari pemerintah (BAZNAS atau LAZ).


Kedua, Amil berhak memperoleh zakat yang sewajarnya jika ia tidak mendapatkan gaji dari pemerintah atau dari lembaga zakat swasta. Namun, jika Amil mendapatkan gaji, maka ia tidak boleh diberi zakat.


Panitia zakat tidak boleh menerima zakat karena ia bukan Amil. Ia boleh menerima zakat jika ia termasuk ke dalam salah satu dari 7 kelompok yang berhak menerima zakat. Jika tidak masuk kedalam salah satu dari ketujuh kriteria tersebut, maka ia tidak boleh menerima zakat.


Ketiga, Amil berstatus sebagai wakil dari mustahiq (orang yang berhak menerima zakat). Panitia zakat berstatus sebagai wakil muzakki (orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat).


Perbedaan status keduanya ini berimplikasi pada proses penyaluran zakat fitrah:


(1). Zakat yang diserahkan kepada Amil sudah dianggap sah secara hukum, meskipun Amil belum menyerahkannya kepada mustahiq. Sementara itu, zakat yang diserahkan kepada panitia zakat dianggap sah jika panitia zakat telah menyerahkannya kepada mustahiq.


(2). Jika Amil menyerahkan zakat muzakki setelah Idul Fitri, maka zakat muzakki tetap sah karena status amil wakil dari mustahiq dan juga berstatus sebagai mustahiq. Jika panitia zakat menyerahkan zakatnya muzakki setelah Idul Fitri, maka zakat muzakki tidak sah, sehingga muzakki dianggap tidak menunaikan zakat fitrah.


(3). Seandainya Amil keliru dalam pendistribusian zakat kepada orang yang tidak berhak menerima zakat, maka zakat si Muzakki tetap sah karena status Amil juga seorang mustahiq, sehingga Muzakki sudah dianggap menyerahkan zakatnya kepada si mustahiq (Amil). Sedangkan, Jika Panitia zakat keliru dalam pendistribusian zakat, maka zakat dari Muzakki tidak sah, sehingga sang Muzakki wajib mengeluarkan zakatnya lagi.


(4). Amil boleh mempergunakan dana zakat untuk biaya operasional pengelolaan dana zakat yang diambil dari dana zakat yang merupakan bagian dari Amil atau dari bagian Fi Sabilillah. Sedangkan, Panitia zakat tidak boleh mempergunakan dana zakat untuk operasional pengelolaan zakat.


nilah perbedaan antara Amil dan panitia zakat beserta implikasi hukumnya yang harus kita perhatikan dengan seksama, agar dana zakat kita tersalurkan dengan baik.Wallahu A'lam.



Ustadz Ahmad Fauzi, MA. (LDNU Bintan)


Keislaman Terbaru