Sarpandi
Penulis
Ramadhan tahun 1446 H ini sudah memasuki Sepuluh hari yang terakhir, disini terdapat sebuah peristiwa yang sangat istimewa, peristiwa ini juga selalu dinanti dan diharapkan untuk mendapatkannya oleh seluruh umat Islam yaitu peristiwa Lailatul Qadar. Mengenai peristiwa ini dijelaskan langsung oleh Allah SWT dalam al-Quran surah al-Qadar 1-5.
Mengenai sebab turunnya surah al-Qadar tersebut, Ibnu Abbas meriwayatkan, ia berkata, bahwa malaikat Jibril pernah bercerita kepada Nabi SAW, mengenai seorang hamba yang dikenal dengan nama Syam’un al-Ghozi, Ia adalah orang yang berperang melawan orang kafir selama seribu bulan. Pedang yang menjadi senjatanya adalah terbuat dari tulang rahang unta. Dia tidak memiliki peralatan perang yang lain selain pedang itu. Setiap kali ia memukulkan pedangnya kepada orang kafir pastilah terbunuh, sudah tidak terbilang banyaknya orang kafir yang terbunuh karena sabetan pedangnya.
Ketika Syam’un al-Ghozi haus, maka keluar air tawar dari sela-sela giginya yang langsung diminum. Dan apabila ia kelaparan dengan sendirinya muncul daging, lalu dia memakannya. Begitu seterusnya setiap hari, sampai umurnya mencapai seribu bulan, yaitu delapan puluh tiga tahun lebih empat bulan.
Orang-orang kafir tidak mampu melawan dan mengalahkan Syam’un al-Ghozi. Sehingga pada suatu hari mereka menjumpai istrinya Syam’un yang kafir dan berkata:”Kami akan memberi kamu harta benda yang sangat banyak jika kamu mau membunuh suamimu”. Istri Syam’un berkata: “Aku tidak mampu membunuhnya”. Mereka berkata :” Aku beri kamu tali yang kuat, ketika suamimu itu tidur ikatlah kedua tangan dan kakinya, setelah itu kami yang akan membunuhnya”. Maka isteri Syam’un yang kafir itu mengikatnya, ketika sang suami sedang terlelap dalam tidurnya. Begitu bangun Syam’un bertanya, “ Siapa yang mengikat kedua tangan dan kakiku ?” isterinya berkata, “ aku yang melakukannya, aku ingin mengujimu”. Lalu Syam’un menarik dan menggerakkan tangannya, seketika tali-temali itupun terputus dan terlepas. Kemudian orang-orang kafir datang lagi dengan membawa rantai. Lalu sang istri kembali mengikatnya dengan rantai itu. Setelah terbangun, Syam’un bertanya, “ Siapa yang mengikatku dengan rantai ini ?” isterinya menjawab, “Aku yang melakukannya, aku ingin menguji sampai sejauh mana kekuatanmu”. Lalu Syam’un menarik tangannya dan rantai itupun langsung patah dan putus.
Selanjutnya Syam’un berkata, “Wahai isteriku, Aku adalah seorang wali di antara wali-wali Allah. Tidak ada yang dapat mengalahkan Aku dalam urusan dunia kecuali rambutku ini “. Syam’un memiliki rambut yang panjang, sang isteri menjadi tahu akan kelemahan suaminya. Maka ketika Syam’un suaminya itu sedang tidur, ia potong rambutnya, rambut yang dipotong itu jumlahnya delapan helai yang panjangnya terjuntai sampai ke tanah. Lalu ia ikat tangan suaminya dengan empat helai rambut dan mengikat kakinya dengan empat helai rambut yang lainnya. Ketika terbangun, Syam’un bertanya, “Siapa yang mengikatku?” isterinya menjawab, “Aku yang mengikat, aku ingin menguji kekuatanmu.” Syam’un berusaha keras menarik dan menggerakkan tangan dan kakinya. Namun ia tidak dapat mematahkan tali rambut yang dipakai untuk mengikatnya.
Begitu melihat suaminya tidak dapat mematahkan dan melepaskan ikatannya itu. Isteri Syam’un memberitahukan hal itu kepada orang-orang kafir. Merekapun segera datang berduyun-duyun, lalu membawa Syam’un ke sebuah tempat penyembelihan. Di dalam tempat itu terdapat tiang yang besar, Syam’un diikat pada tiang itu. Selanjutnya mereka memotong kedua telinganya, mencungkil kedua matanya, memotong bibir dan lidahnya, kedua tangan dan kakinya. Mereka semua hadir menyaksikan dan berkumpul menyaksikan penyiksaan yang dialami oleh Syam’un.
Lalu Allah memberikan wahyu (ilham) kepada Syam’un, “Apa yang engkau inginkan terhadap mereka, tentu Aku akan melakukannya.” Syam’un berkata,”Aku ingin Engkau memberiku kekuatan, sehingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini hingga roboh menimpa mereka.” Allah mengabulkan permintaan Syam’un dan kembali memberikan kekuatan kepadanya. Lalu Syam’un menggerakkan tiang rumah itu hingga roboh menimpa mereka hingga binasa semuanya, termasuk isteri Syam’un sendiri yang sudah berkhianat kepadanya. Dan Allah menyelamatkan Syam’un, mengembalikan seluruh anggota tubuhnya, setelah itu Syam’un beribadah kepada Allah selama Seribu bulan, dengan melaksanakan Shalat malam dan Puasa di siang harinya, dan berperang Fisabilillah.
Kisah ini diambil dari Kitab Muqasyafatul Qulub Karya Imam Al-Ghazali, Kitab Durotun Nasihin, karya Syekh Utsman Ibn Hasan Ibn Ahmad As-Syakir al-Khaubawi, dan Kitab Qishosul Anbiya, karya Imam Ibn Katsir.
Mendengar kisah itu, para sahabat Nabi SAW menangis, karena menginginkan bagimana caranya bisa mendapatkan pahala ibadah seperti yang dilakukan oleh Syam’un. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tahu berapa besar pahalanya Syam’un ?” Beliau menjawab, “Aku tidak tahu”. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk menyampaikan Wahyu yaitu surah al-Qadar kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman kepada Beliau, “Wahai Muhammad, Aku memberikan Lailatul Qadar kepadamu dan juga umatmu. Beribadah di malam itu, nilainya lebih utama dari pada beribadah selama Seribu Bulan.
Kapan terjadinya malam Lailatul Qadar
Pada dasarnya kapan malam Lailatul Qadar turun itu menjadi rahasia Allah SWT karena hanya Allahlah yang mengetahui semuanya. Namun demikian Rasulullah banyak beribadah qiyamu Ramadhan dan menganjurkan mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dibulan Ramadhan, sebagaimana Sabdanya: “Carilah Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir Ramadhan”. (Muttafaqun Alaihi).
Lebih khusus lagi Rasulullah SAW menyebutkan pada malam-malam ganjil, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan”.(HR. Al-Bukhari). Yang lebih khusus lagi adalah malam 27 Ramadhan, sebagaimana Sabda Nabi SAW: “(Dia adalah) malam ke-27.”(HR. Abu Dawud).
Para ulama kemudian berusaha meneliti pengalaman mereka dalam menemukan Lailatul Qadar, dan diantara ulama yang tegas mengatakan bahwa ada kaidah atau formula untuk mengetahui itu adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan Imam Abu Hasan As-Syadzili. Menurut Imam Al-Ghazali cara untuk mengetahui Lailatul Qadar itu bisa dilihat dari permulaan malam pertama Ramadhan, diantaranya :
1. Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadhan.
2. Jika malam pertama jatuh pada Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan.
3. Jika malam pertama jatuh pada Kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 25 Ramadhan.
4. Jika malam pertama jatuh pada malam Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadhan.
5. Jika malam pertama jatuh pada Selasa atau Jumat, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Kaidah dari Imam Al-Ghazali ini tercantum dalam banyak kitab-kitab fiqh Syafiiyyah, salah satu diantaranya penulis temukan di Kitab I’anah at-Thalibin, karya Syekh Sayyid al-Bakri Ibn Muhammad Satho, Juz II, halaman: 257-258.
Wallahu A’lam Bisshawab.
Buya Syekh al-'alamah Syukron Wahib, M. Pd
(Pengasuh PonPes Nurul Haq Lubuk Dalam)
Terpopuler
1
Ketua Muslimat Kabupaten Siak Membuka Festival Mars NU
2
Mengenal Lebih Dekat Afni Zulkifli, Bupati Terpilih Kabupaten Siak
3
Lailatul Ijtima' Jadi Program Rutinan Ranting NU Tanjung Uncang
4
Ketika Ketua Muslimat Ikut Meramaikan Konstestasi Pilkada Siak
5
Hukum Menjual Uang Arisan
6
Ulul Albab Pimpin DMI Tanjungpinang Timur Periode 2025-2030
Terkini
Lihat Semua