• logo nu online
Home Warta Nasional Daerah Melayu Keislaman Opini Pendidikan Sosok Khutbah Pemerintah Parlemen Pustaka Video Mitra
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Batam Semarak Hari Santri Nasional, Batam Bisa Apa?

Batam Semarak Hari Santri Nasional, Batam Bisa Apa?
Surya Makmur Nasution, Politisi Batam.
Surya Makmur Nasution, Politisi Batam.

ALHAMDULILLAH, sudah 7 tahun Hari Santri Nasional diperingati di seluruh Tanah Air, sejak Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, tanggal 22 Oktober 2015.


Di Kepri, semua daerah pemerintahan kabupaten kota (Tanjungpinang, Batam, Bintan, Karimun, Lingga, Natuna dan Kepulauan Anambas) melaksanakan peringatan Hari Santri Nasional dengan cara melaksanakan upacara.


Di Kota Batam, Pemerintah Daerah memperingati Hari Santri di lapangan dataran Engku Putri yang diikuti oleh pimpinan pondok pesantren dan santri.


Hal sama juga dilakukan oleh Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Ulama (NU), menggelar upacara di lapangan Sekretariat PWNU Kepri di Batam Center.


Semarak peringatan Hari Santri dari waktu ke waktu semakin ramai dan terasa kehadirannya. Bukan hanya dilaksanakan secara formal oleh lembaga pemerintah, pondok pesantren, ormas NU, Al Washliyah, juga oleh individu-individu.


Di akun-akun medsos, Hari Santri menjadi viral dengan berbagai cara dan khas dalam memperingatinya.


Apa sebetulnya makna Hari Santri sehingga negara menjadikannya sebagai kalender nasional ?


Pertama, Hari Santri Nasional harus dimaknai sebagai sejarah peradaban bangsa, dimana para santri pernah menorehkan sejarah, tinta emas sebagai salah satu pilar pembela tanah air yang dimotori oleh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU dengan para ulama dan kiai pada masa itu.


Ketika itu, Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, akan tetapi Jepang dan Belanda masih saja ingin menguasai dan kembali menjajah. Belanda misalnya, dengan memboncengi NICA (Netherlands Indische Civil Administration) para tentara ingin kembali ke Indonesia dan berhasrat kembali menjajah yang akhirnya gagal.


Kedua, Hari Santri diperingati karena perjuangan para ulama dan kiai yang memberi pesan kepada pemerintah agar bertindak tegas dan istiqamah, konsisten, atas kemerdekaan RI dengan menolak kehadiran Belanda dan Jepang.


Ketiga, para ulama dan kiai mengeluarkan fatwa bahwa membela Tanah Air adalah bagian dari fardu ain, kewajiban bagi tiap-tiap individu sebagai perjuangan suci (syahid).


Sehingga seluruh warga negara boleh angkat senjata untuk mempertahankan dan membela Tanah Air. Fatwa ulama dan kiai di Pulau Jawa dan Madura inilah yang dikenal dengan Resolusi Jihad, yang memberi spirit dan semangat kepada masyarakat hingga pada 10 November dikenal sebagai Hari Pahlawan.


Kini, di tengah semaraknya Hari Santri, sudah saatnya, pesantren sebagai tempat dididiknya para santri, menjadi perhatian serius pemerintah daerah, seperti Kota Batam.


Salah satu bentuk keseriusan dalam memajukan pesantren sebagai instrumen pembangunan SDM adalah dialokasikannya anggaran ke pesantren-pesantren.


Pesantren tidak boleh diabaikan apalagi hanya sekadar diberi “gula-gula” atau “pernen”. Pesantren hanya dikunjungi saat ada kepentingan politik menjelang Pilpres, Pileg atau Pilkada. Setelah suara elektoral santri diambil, pesantren dibiarkan kembali berjuang sendiri untuk memajukan pendidikannya.


Padahal, anak-anak santri adalah bagian pembangunan SDM Indonesia yang bisa bersaing secara keilmuan dan kemandirian sebagai anak bangsa.


Melalui semarak hari santri, khusus Kota Batam, saya hanya bisa berpesan dan mengingatkan, jika pesantren kita akui sebagai komponen SDM Indonesia masa depan, saatnya Peraturan Daerah tentang Memajukan Pesantren direalisasikan sebagai bukti bahwa bangsa ini menghargai peradabannya.

Surya Makmur Nasution, Politisi Batam


Opini Terbaru